Minggu, 21 Januari 2018

Sekilas Argumen

Oleh Eusebius Purwadi

Pengetahuan tentang prinsip-prinsip logis sebuah penalaran sering tidak memadai terlihat orang memaksakan pinsip-prinsip tersebut untuk menarik tidak relevan atau mempergunakan kata-kata yang memiliki makna satu. Oleh karenanya, kita perlu mempelajari dan memahami adanya kemungkinan sesat pikir yang sering muncul dalam proses berpikir kita.

Apa sebenamya yang dimaksudkan dengan sesat pikir itu? Sesat pikir adalah penalaran atau argumentasi yang sebenarnya tidak logis, salah arah, dan menyesatkan, suatu gejala berpikir yang salah yang disebabkan oleh pemaksaan prinsip-prinsip logika tanpa memperhatikan relevansinya. Walaupun proses berpikir semacam ini menyesatkan, tetap juga hal ini sering kita lakukan. Atas dasar inilah maka kita memandang perlu untuk mengetahui lebih lanjut jenis-jenis dan latar belakang terjadinya proses sesat pikir tersebut.

Term "kepalsuan" dapat dipergunakan dalam berbagai kemungkinan. Yang paling lazim, term tersebut dipergunakan untuk menggambarkan gagasan yang keliru atau keyakinan yang salah. Dalam Logika, term tersebut dipergunakan dalam arti yang lebih sempit, yaitu palsu berarti keliru dalam menalar atau dalam berargumen.

Motivasi pokok seseorang menyusun sebuah argumen adalah untuk: membuktikan bahwa kesimpulan yang ia peroleh dalam menalar adalah benar. Sebuah argumen ada kemungkinan gagal dalam memenuhi tujuan tersebut. 

Ada dua kemungkinan kegagalan argumen

Kegagalan dapat terjadi karena suatu argumen memuat premis yang terbentuk dari proposisi yang keliru. Jika sebuah argumen memuat satu premis yang keliru maka argumen tersebut akan gagal dalam menetapkan kebenaran kesimpulannya.

Contoh     
Premis  1: ABRI harus menjalankan dwifungsi sipil-militer   
Premis  2: Tentara bayaran tidak memperhatikan fungsi sipil   
Kesimpulan: Jadi, ABRI tanpa dwifungsi akan sama dengan tentara bayaran. 

Kegagalan dapat terjadi karena suatu agumen ternyata memuat premis-premisnya yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari Di sini Logika berperanan penting. Sebuah argumen yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan kesimipulannya merupakan argumen yang “sesat" sekalipun semua premisnya itu mungkin benar. Di dalam jenis kegagaian yang kedua inilah terdapat apa yang disebut sesat pikir.

Contoh     
Premis 1: Sifat Tuhan adalah kekal abadi   
Premis 2: Pancasila memuat nilai-nilai yang kekal abadi.   
Kesimpulan: Tuhan dan Pancasila adalah identik. 

Ada banyak jenis kekeliruan yang dilakukan orang dalam melaksanakan penalaran atau dalam berargumen. Setiap kekeliruan dalam menalar itu merupakan argumen yang salah. Ada dua macam argumen yang salah, yakni sebagai berikut.

Pertama, argumen yang sebenarnya keliru namun tetap diterima umum karena banyak orang yang menerima argumen tersebut tidak merasa kalau mereka itu sebenamya telah tertipu. Sesat pikir semacam ini disebut KEKELIRUAN RELEVANSI. Argumen-argumen semacam itu biasanya bersifat persuasif dan dimaksudkan untuk mempengaruhi aspek kejiwaan orang lain. Argumen-argumen semacam itu misalnya terdapat dalam pidato politik dalam kampanye, pernyataan pejabat yang dimaksudkan untuk meredam situasi, reklame untuk menawarkan barang-barang produksi, dan sebagainya.

Kedua, argumen yang keliru karena kesalahan dalam penalaran yang disebabkan oleh kecerobohan dan kekurangperhatian orang terhadap pokok persoalan yang terkait, atau keliru karena dalam menggunakan term dan proposisi yang memiliki ambiguitas makna dari bahasa yang dipergunakan dalam berargumen. Sesat pikir semacam ini'disebut penalaran yang ambigu atau AMBIGUITAS PENALARAN. Misalnya, term salah prosedur yang sering diucapkan pejabat untuk berdalih bila mendapatkan kritik dari masyarakat. Term tersebut memiliki arti lebih dari satu, yaitu dapat diartikan sebagai salah interpretasi terhadap suatu perintah/instruksi, mempergunakan metode atau langkah yang berbeda dan tidak dimaksudkan dalam petunjuk pelaksanaan sebuah proses kegiatan, atau pengambilan putusan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan sebagainya.

Dalam hal yang lain,akan sangat berguna kiranya bila disajikan suatu kerangka umum yang menjelaskan bagaimana fakta empiris berfungsi secara pas dalam suatu argumen. Secara ringkas, biasanya dalam argumen filsafat terdapat satu atau lebih premis empiris. Dan, setiap argumen filsafat pasti memuat Sekarang-kurangnya satu premis nonempiris, misalnya definisi. (Jika tidak, maka hal itu bukanlah argumen filsafat.) Perpaduan antara premis-premis empiris dan nonempiris itu diilustrasikan dalam argumen-argumen di bawah ini. Anda dapat mendiskusikannya.

Contoh     
Premis 1:“Baik” berarti segala sesuatu yang alamai (definisi)   
Premis 2: Seks bersifat alami, yaitu naluriah (klaim empiris)   
Kesimpulan: Jadi, seks itu baik (klaim non empiris). 

Contoh     
Premis 1 : Jika Allah sempurna dalam segalanya, maka apapun yang ia ciptakan seharusnya sempurna (konskwensi logis)   
Premis 2 : Padahal, dunia dalam banyak hal tidak sempurna, misalnya, ada banyak penderitaan dan cadangan bahan mentah semakon menepis (Klaim empiris).   
Kesimpulan : Jadi, Allah tidak sempurna (Klaim non empiris). 

Dengan demikian, fakta empiris tetap relevan bagi argumentasi filsafat meskipun tidak memainkan peranan yang sangat menentukan seperti dalam sains. Untuk menentukan sejauh mana relevansi fakta-fakta tersebut, kita perlu menguji asumsi-asumsi yang mendasari sebuah argumen.


Misalnya,Anda berpendapat bahwa suatu film tertentu merupakan karya besar seni, sedangkan teman Anda menganggapnya sampah. Untuk mendukung pandangan Anda, Anda menyebutkan beberapa fakta empiris dari film itu: penggunaan kilas balik, humor tingkat tinggi, pengambilan gambar dengan efek-efek khusus, karakter yang orisinal, dan lain-lain. Namun, teman Anda tetap tak terpengaruh oleh fakta-fakta tersebut. Mengapa dia tidak dapat diyakinkan? Barangkali karena ia mempunyai asumsi berbeda tentang kriteria film yang baik. Baginya film yang baik adalah yang ceritanya menarik dan mengandung ”pesan”. Dia memperhatikan isi, sedangkan Anda memperhatikan gaya atau bentuk. Setelah perbedaan asumsi ini menjadi jelas, maka dapat ditempuh salah satu dari dua strategi berikut. Anda dapat berusaha meyakinkan dia bahwa sebenarnya film tersebut juga mengandung ”pesan-pesan” yang menarik, atau Anda menguji asumsinya dan berusaha mengasah minatnya pada bentuk film yang baik. Mana pun cara yang dipilih, relevansi pertimbangan empiris harus ditentukan dalam terang asumsi-asumsi yang mendasarinya.

Tidak ada komentar: