Sabtu, 06 Juni 2020

TRANSPARANSI BIAYA PERAWATAN PASIEN CONVID-19 DI INDONESIA

Oleh Eusebius Purwadi

Biaya pengobatan pasien convid-19 dengan gejala parah di Singapura mulai harga Rp.61 Juta sampai dengan Rp.82 Juta.[i] Di Amerika, biaya pengobatan pasien Convid-19 antara Rp.41 Juta- 56 Juta.[ii] Di China, biaya perawatan pasien Covid sekitar 23.000 yuan atau hampir Rp.47 juta. Di Thailand, dalam beberapa kasus, sejumlah rumah sakit mengenakan biaya pengobatan pasien Covid-19 sekitar US$3.000 atau sekitar Rp.44 juta. Sedangkan di Indonesia, biaya perawaran Pasien Convid-19 di rumah sakit adalah Rp.7,5 juta per hari.[iii] Dengan catatan, pasien ini tidak memiliki penyakit komorbid atau penyerta, dan  dirawat tanpa ventilator dan ruangan bertekanan tinggi. Sementara, biaya paling mahal adalah Rp 16,5 juta per hari. Dengan catatan, pasien ini memiliki komorbid dan dalam kondisi berat, sehingga ditempatkan di ruang ICU dan menggunakan ventilator. Perbedaan ini mendapat sorotan dari Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo, bahwa perbedaan tersebut sangat mencolok sehingga anggota DPR RI tersebut meminta Satuan Tugas mengevaluasi biaya perawatan pasien convid-19 yang dibiayai negara.


Namun narasi yang dibangun oleh Rahmad Handoyo mendapat kritikan pakar Komunikasi Yudhi Hernanto.[iv] Menurut Yudhi, sebagai bentuk dari perwujudan transparansi dan akuntabilitas, permintaan beberapa kalangan, untuk melakukan peninjauan atas besaran biaya penanganan pasien Covid-19 bisa saja tetap dilakukan. Tapi tidaklah tepat untuk saat ini menguji transparansi tersebut ditengah para dokter dan tenaga medis yang sedang berjuang tanpa pamrih dan berani mengorbankan nyawanya. Selain itu, sebelum wabah Convid, biaya kesehatan di Indonesia sangat mahal karena hampir 100% alat kesehatan di rumah sakit swasta maupun negeri masih impor dengan pajak yang tinggi dan banyak dimainkan oleh para mafia. Apalagi berdasarkan laporan The Legatum Prosperity Index 2019, Indonesia peringkat 97 untuk bidang kesehatan. Sementara Singapura memang lebih murah biaya kesehatannya dibandingkan Indonesia karena sejak awal, Singapura sudah menjadi destinasi wisata medis.


Untuk mengurangi atau menghemat anggaran negara, mulai saat ini kita membutuhkan penegakan protokol kesehatan dengan sangat ketat. Presiden Jokowi sudah memerintahkan Polisi dan TNI bertindak tegas terhadap warga yang melanggar protokol kesehatan. Namun penegakan tanpa sanksi, Protokol kesehatan akhirnya hanya himbauan moral saja. Jika sanksi fisik tidak mungkin (pidana penjara) lebih baik sanksi denda administrasi yang sangat besar. Kalau tidak, akan bertambah terus jumlah pasien yang di rawat rumah sakit. Negara tidak perlu menunggu kesadaran moral atau kemauan baik dari warga dalam kondisi wabah. Padahal kita semua tahu, bahwa sumber biaya untuk perawatan pasien Convid19 berasal dari APBN dan APBD. Sementara sumber pendapatan APBN dan APBD, 80% dari pajak, seperti pajak hotel, rumah makan, tempat hiburan dan pendapatan-pendapat lainnya yang sah seperti parkir. Nah ketika diberlakukan PSBB, otomatis pendapatan APBN maupun APBD akan berkurang secara drastis. Dalam penegakan protokol Kesehatan Di Arab Saudi, Pelanggaran pertama kali akan di denda 5.000 riyal (USD1.331) untuk setiap orang yang berkumpul dalam sebuah kegiatan massal dengan jumlah di atas ketentuan maksimal. Denda maksimum 100.000 riyal (USD26.619). Pelanggaran kedua kalinya akan didenda 10.000 riyal (USD2.662) untuk setiap orang tambahan yang hadir dalam kerumunan. Pelanggaran ketiga kalinya akan diberikan denda berlipat ganda, dan penanggung jawab akan dirujuk ke Penuntutan Umum.[v] Pemberlakuan aturan ini, dirasakan sendiri oleh Dinar  Zul Akbar di Arab Saudi yang sedang masuk fase new normal.[vi]


Belajar dari data-data kasus pasien convid-19 di Tiongkok dan beberapa negara lainnya, harus ada ketegasan dari negara untuk menentukan, pasien manakah yang perlu perawatan di rumah sakit dan manakah yang perlu diisolasi mandiri. Di negeri Panda, pada saat terjadi wabah Convid-19, 80% pasien positif convid adalah infeksi ringan (mirip flu) dan pasien seperti ini tidak dirawat di rumah sakit melainkan dengan isolasi mandiri yang ketat.[vii] Yang dirawat di rumah sakit, hanya pasien convid-19 dengan infeksi berat (Pneumonia dan sesak nafas).[viii] Informasi tersebut memberikan gambaran, tidak semua pasien covid-19 dirawat di rumah sakit. Ada pemilhan yang tegas di Wuhan. Jika ini diberlakukan di negara kita, minimal menghemat pengeluaran anggaran negara.



[i] https://www.jpnn.com/news/biaya-perawatan-pasien-covid-19-di-indonesia-lebih-mahal-dari-singapura-tiongkok-dan-thailand?page=2

[ii] https://ekonomi.bisnis.com/read/20200531/12/1246737/mahal-banget-biaya-perawatan-pasien-covid-19

[iii] https://kumparan.com/kumparannews/biaya-perawatan-pasien-corona-di-ri-bisa-rp-16-5-juta-per-hari-1tWIP1pbPaA

[iv] https://kumparan.com/yudhi-hertanto/narasi-kontraproduktif-komparasi-biaya-pasien-covid-19-1tWi45uxXNb/full

[v] https://asiatoday.id/read/arab-saudi-siap-deportasi-pelanggar-protokol-covid-19

[vi] https://mojok.co/dza/esai/pengalaman-new-normal-di-arab-saudi-denda-senilai-berangkat-haji-sampai-takut-kebelet-boker-di-masjid-nabawi/

[vii] https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/symptoms-testing/symptoms.html

[viii] https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2761044?guestAccessKey=f61bd430-07d8-4b86-a749-bec05bfffb65


Tidak ada komentar: