Minggu, 21 Januari 2018

Sebuah Catatan Metafisika Filsafat Pancasila

Ditulis oleh Habib Jansen Boediantono*

Alkisah suatu hari saya bertemu prof Damarjati Supajar sebelum beliau meninggal dunia, saya ceritakan tentang seorang kawan yang mampu memahami jalasutera. Almarhum sangat terkejut. 

Jalasutera memang memiliki tingkat kesulitan tertentu untuk mempelajarinya. Ilmu ini merupakan kearifan lokal yang digali dari Nawa Sanga bali tentang perhitungan metafisika ( metamatika ) kosmologi untuk menguraikan Pancasila melalui pendekatan kesemestaan. 


Dimulai dengan mengkonversikan Pancasila dalam angka yang kemudian dikembangkan menjadi warna.Setiap warna - warna memilki lambda untuk menghasilkan bunyi dan dari bunyi inilah lahir aksara. Pada tingkat angka lahir ilmu logika, pada tingkat warna lahir ilmu metafisika, lalu pada tingkat bunyi lahir ilmu estetika dan pada tingkat aksara melahirkan ilmu etika.

Mengingat ada medan fisika quantum yang harus dilalui dalam memahami jalasutera, tentu saja membuat saya mengeluarkan bendera putih bila harus mengurainya secara rinci. Catatan kali ini hanya akan membahas jalasutera pada tingkatan warna berupa simbol - simbol untuk 'membaca' perjalanan bangsa indonesia. Itupun sejauh saya tak tersesat memahaminya.Jalasutera menekankan aspek kesadaran transendental yang terdapat pada manusia. Kesadaran transendental inilah yang kemudiaan memancarkan cahaya pada ruang – ruang sehingga bangsa indonesia berpotensi ' memayu hayuning bawana '. 

Kesadaran transendental tersebut merupakan buah hasil keyakinan atas kepercayaan pada tuhan mahaesa sebagai dzat maha pengasih yang membawa bangsa indonesia mencapai pencerahan tertinggi manusia dalam hidup seimbang dan sempurna. Oleh karena itu ia akan menjadi ruang ke V, pusat pengendali ruang – ruang yang akan dilalui bangsa indonesia dalam perjalanan hidupnya. Kemudian terjadi pemaknaan pada titik – titik yang bergerak dari ruang I ke ruang lainnya. Titik – titik diantara ruang I adalah api ( agni ) yang menggambarkan kemanusiaan dengan titik angin ( maruts ) yang menggambarkan keadilan. Kemudian ruang II terbentuk diantara titik angin dengan titik air ( yamuna ) yang menggambarkan kedaulatan rakyat. 

Lalu titik air bergerak menuju titik tanah ( prthivi ) yang menggambarkan persatuan manusia didalam ruang III, sementara ruang IV menjadi pergerakan diantara titik tanah kembali pada titik api untuk melahirkan makna keadilan dan kesejahteraan. Inilah yang dinamakan Pancasila. Ilmu jalasutera adalah upaya memahami pancasila sebagai keyakinan hidup bangsa indonesia yang terbangun dari jalinan erat manusia dengan alam, yang diikuti rasa tunduk pada Dzat maha pengasih yang memberinya kehidupan dan pengharapan.Kesadaran transendental ini tentu saja keluar dari wilayah dunia realitas yang cenderung mengikuti kebudayaan barat yang bersifat imanen, dengan begitu segala pengalaman asli yang telah dan akan dialami bangsa indonesia tidak digambarkan dalam bentuk simbol – simbol diskursif bersifat nalar, tetapi melalui simbol presentasional – menggunakan istilah susanne K Langer – bersifat intuisi langsung untuk menggambarkan satu kesatuan bulat dan utuh dari pemahaman metafisis pada ruang – ruang yang ada melalui simbol warna merah untuk titik api, putih untuk titik angin, hitam untuk titik air dan kuning untuk titik tanah. 

Pemahaman metafisis itulah membuat jala sutra menjadi sebuah cakrawala yang keluar dari dunia realitas dengan mengubah pola induktif menjadi deduktif melalui jalan abstraksi total, serta membangun ilusi primer bukan ilusi sekunder seperti yang terdapat dalam buku – buku ditulis orang tentang masa depan indonesia.Melalui Ilusi primer inilah, jalasutra mengungkapkan proses kelahiran bangsa indonesia sebagai olah kreasi manusia. Kreasi menunjukan pengadaan dari sesuatu yang tak ada sebelumnya. Ia menuntut kreativitas manusia untuk mengolah sumber – sumber yang ada, baik material maupun spritual agar manusia dapat mengembangkan diri. Dengan demikian bangsa indonesia lahir bukan sekedar naluri manusia mengatasi persoalan hidup dengan mengolah sumber – sumber yang dimiliki. 

Tapi ada sesuatu yang harus dilakukan agar perjalanan bangsa indonesia sesuai dengan konsep telah dibuatnya sendiri. Ini dilukiskan oleh simbol – simbol dalam jalasutra. Simbol merah pada titik api yang bertemu dengan warna putih dititik angin melahirkan energi yang membuat semangat, kesadaran dan kecerdasan dalam diri manusia untuk membaca tanda – tanda alam disekitarnya, maka ketika energi tersebut meruang ia akan melahirkan bangsa indonesia dengan tujuan hidup yang pasti dan merupakan bentuk kesadaran dari olah akal budi manusia yang disinari cahaya ilahi. Inilah ruang I, kelahiran bangsa indonesia dengan tujuan : Mengangkat harkat dan martabat kaum pribumi.Persepsi yang lahir dari bentangan antara titik api dengan titik angin melahirkan perluasan makna pada istilah pribumi, menunjuk pada manusia yang memiliki atom ( api ) sebagai energi mahluk hidup dan ion – ion ( angin ) yang bergerak membawa kehidupan dimuka bumi. Pribumi, adalah manusia yang memiliki energi untuk selalu bersemangat dalam komitmennya pada keragaman hayati, habitat – habitat alami, pemeliharaan alam, sebagai suatu kenyataan yang koheren dengan bumi tempat ia berpijak. 

Pribumi melukiskan manusia yang memiliki kemanusiaan dan keadilan dan tunduk pada hukum – hukum alam yang ditetapkan Tuhan ( sunatullah ). Oleh karena itu pribumi perlu terlibat dalam membuat aturan – aturan dasar kehidupan yang tidak bertentangan dengan hukum hukum tersebut, agar bumi tempat ia hidup tidak luluh lantak oleh keserakahan manusia. Lalu titik angin pun harus bersentuhan dengan titik air, warna putih bertemu warna hitam, sehingga membuka ruang – ruang untuk kaum pribumi dalam mengangkat harkat dan martabat hidupnya.Pertemuan air dengan angin akan menimbulkan reaksi H2O dengan dengan O2 dan melahirkan unsur H2O3 yang dikenal dengan nama ozon, air yang sehat yang membuat bangsa indonesia sehat jasmani dan rohani. Kesehatan jasmani dan rohani sangat diperlukan, agar perjalanan bangsa diantara jalan terang (putih ) dengan kegelapan ( hitam ) bisa membedakan kebaikan dan keburukan dengan penuh pertimbangan melalui lumbung, sebuah tempat anak – anak bangsa bertukar kabar tentang kebaikan, kebenaran dan kesabaran untuk membangun dirinya. Manusia yang sehat jasmani dan rohaninya inilah yang membuat lumbung menjadi tempat keberfihakan pada nasib rakyat. 

Lumbung adalah pembentuk kedaulatan rakyat, inilah makna dari ruang II. Dan perjalanan bangsa pun berlanjut menuju ruang III negara.Dalam ruang III, Negara terbentuk dari titik air ( hitam ) dan titik tanah ( kuning ), sebagai simbol dari perwujudan fisik dari materi ( tanah ) yang disinari ‘ roh ‘ kedaulatan rakyat ( air ), oleh karena itu negara membawa amanat bangsa indonesia untuk mengeluarkan rakyat indonesia dari kegelapan ( hitam ) menuju cahaya keemasan ( kuning ). Negara harus menjadi perwujudan tanah air yang sering disebut nusa. Bila istilah nusa yang berasal dari kata manusa memiliki pengertian adanya persamaaan antara manusia dengan alam, negara memiliki tugas mulia untuk melindungi manusia dan wilayah indonesia. 

Maknanya, negara harus memberikan jaminan keadilan dan kesejahteraan bagi rakyat serta menjaga bumi indonesia karena merupakan tempat rakyat untuk tumbuh berkembang menjadi diri sendiri.Secara metafisis istilah nusa sebagai persamaan manusia dengan alam ditunjukan dengan sepertiga unsur manusia terdiri dari tanah dan dua pertiganya berisi air. Demikian pula dengan alam, sepertiga wilayah indonesia adalah kepulauan dan dua pertiganya lautan, sepertiga wilayah bumi adalah daratan dan dua pertiganya lautan. Kesamaan unsur - unsur ini memberikan makna nusa sebagai ibu pertiwi ( Mother Earth ), yang membuat bangsa indonesia memiliki tanggungjawab menjaga keharmonisan manusia dibumi. Untuk itu titik tanah ( kuning ) harus menyambung dengan titik api ( merah ), agar bangsa indonesia bisa menciptakan keadilan dan kesejahteraan bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga masyarakat dunia.Titik kuning yang bergerak menuju titik api merupakan kesadaran spritual bangsa indonesia yang tersempurnakan, siap melepaskan unsur material ( tanah ) kembali kepada titik awal perjalanan ( api ). 

Bangsa Indonesia dalam ruang IV telah mengalami perkembangan sedemikian rupa dari hasil perjalanan ruang satu ke ruang lainnya akan mampu bertahan didalam hubungan pada diri sendiri dan bangsa – bangsa lain sebagai kecerdasan alam semesta yang menjadi penyebab utama keadilan dan kesejahteraan bagi umat manusia. Kondisi ini akan membuat harkat dan martabat bangsa indonesia naik derajat ke jajaran khusus sebagai khalifah Tuhan dimuka bumi, menjadi cermin keilahian yang memantulkan cahaya-Nya. Cermin tersebut adalah hatinya bangsa indonesia. Ketika ‘karat – karat’ sudah dibersihkan dari permukaan cermin, bangsa indonesia akan memancarkan keindahan Tuhan yang mampu menahan sinar yang muncul dari keilahian.

Tujuan Tuhan memberikan keadilan dan kesejahteraan didalam menciptakan manusia dibumi pun terselesaikan, karena Tuhan melihat pantulan-Nya dan mengetahui diri-Nya ada pada bangsa indonesia.Apabila titik api ( merah ) bertemu titik angin ( putih ), bangsa indonesia mengalami proses kelahirannya kembali, menjadi alat ditangan Tuhan yang hampa dari keinginan subyektif, menjadikan kehidupan dunia sebagai sebuah kasunyatan sejati. Setelah kelahirannya kembali, Keyakinan bangsa Indonesia pada Tuhan seperti “mata yang melaluinya dia melihat, telinga yang melaluinya dia mendengar, tangan yang melaluinya dia memegang“. Dan inilah keseimbangan manusia sebagai mahluk Tuhan, dari nol kembali pada nol.Dunia realitas kekinian yang terbangun dari ruang – ruang perjalanan bangsa indonesia dengan segala kelebihan dan kekuranganannya, untuk mencapai kemajuan material tertinggi, itulah bentuk ketaksempurnaan yang menjadi kesempurnaan itu sendiri. 

Bila dunia realitas yang terjadi saat ini lebih banyak menampilkan keburukan sebagai bentuk ketaksempurnaan, maka Jala sutra merupakan upaya manusia mendatangkan kebaikan sebagai bentuk kesempurnaan. Keburukan dan kebaikan adalah dua sisi dari sekeping mata uang yang sama sebagai perwujudan kesempurnaan Tuhan itu sendiri. Segala sesuatu – demikian kesimpulan seorang sufi - jika telah mencapai tingkat sempurna akan terlihat ketidak sempurnaannya. 

Tanda gading gading yang tulen adalah retaknya. Niscahya, kalau tidak ada yang bernama tidak sempurna maka Tuhan tidak sempurna karena tidak mampu menciptakan sesuatu yang bernama tidak sempurna.Jalasutra merupakan upaya membuat pancasila sebagai pemutar bumi dengan bangsa indonesia porosnya, menjadikan bangsa indonesia sebagai proton yang dikelilingi bangsa lain sebagai neutronnya. 

Bila Jala sutra menjadikan peradaban bangsa indonesia sebagai kutub positif, peradaban yang dibangun oleh bangsa – bangsa lain adalah kutub negatifnya. Pertemuan kutub positif dengan kutub negatif akan memancarkan percikan asma Ilahi. Dan bila ini kelak terjadi, semua umat manusia akan bersama – sama mengucapkan “ Inna Lillaahi Wa Innaa Ilaihi Raaji’uun “, ada berasal dari tiada maka yang ada akan kembali menjadi tiada.

* Penulis adalah Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Musiman Indonesia ( ICEMI )


Tidak ada komentar: