Minggu, 07 Juni 2020

Sebuah Catatan Kecil: “Apakah Bung Karno Seorang Komunis?”

Oleh Eusebius Purwadi

Dalam diskusi Daring yang diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Cabang Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kota Surabaya pada tanggal 6 Juni 2020 dengan tema “Bung Karno Kelahiran Surabaya dan Gagasan To Build The World A New” dengan nara sumber Profesor Dr.Darwis Khudori dan Adrian Perkasa, MA, ada pertanyaan menarik yang disampaikan oleh salah satu peserta, “apakah ide Nasionalisme, Agama, dan Nasionalisme (Nasakom) yang disampaikan oleh Bung Karno menunjukan Bung Karno seorang Komunis?”.


Kalau kita mengikuti alur sejarah pemikiran Bung Karno tentang Nasionalisme-Agama-Komunisme (NASAKOM), maka saya ingin menyampaikan Ide Bung Karno tentang PERSATUAN yang ditulis dalam terbitan ”Suluh Indonesia Muda” dengan judul “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme” pada tahun 1926. Tulisan ini dibuat Bung Karno pada saat masyarakat Indonesia terjajah dan tidak adanya kekuatan melawan penjajah. Tidak ada kekuatan yang dimaksud Bung Karno bukan berarti tidak ada kelompok atau gerakan atau kekuatan politik yang melawan penjajah melainkan tidak adanya landasan yang mempersatukan gerakan-gerakan politik melawan penjajah.


Apa yang yang dilihat Bung Karno pada saat itu, ada 3 (tiga) kekuatan gerakan politik yang melawan penjajah, yaitu adalah gerakan politik yang bersifat NASIONALISTIS, ISLAMISTIS, dan MARXISTIS. Atau kalau mau dilihat secara keseluruhan, tulisan Bung Karno tersebut merupakan kritik terhadap peranan ide-ide Nasionalitis, Islamistis, dan Marxistis dalam melihat kondisi penjajahan saat itu. Bung Karno menilai bahwa partai-partai atau perserikatan-perserikatan saat itu mempunyai roh nasionalisme, seperti Partai Boedi Oetomo, Perserikatan Minahasa, Partai Komunis Indonesia, Partai Sarekat Islam, dan partai-partai lain yang semuanya hampir memiliki roh nasionalisme. Walaupun punya roh-roh nasionalisme, Bung Karno sadar, bahwa ketiga ideologi ini sangat sulit dipersatukan. Tapi Bung Karno juga sadar, rakyat Nusantara akan sulit keluar dari penjajahan jika ketiga ideologi ini tidak dipersatukan. Apalagi, ketiga ideologi ini masing-masing melakukan pengorganisiran dan melipatkan gandakan keanggotan atau pengikutnya. Kalau ini terus dibiarkan, maka posisi rakyat melawan penjajah kembali terpecah-pecah ke dalam pertentangan kepentingan-kepentingan ideologi Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Lalu apa ide Bung Karno melihat kondisi subyektif ketiga gerakan politik tersebut dengan kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang terjajah pada saat itu?


Ide Bung Karno tentang pertama-tama dan yang utama pentingnya PERSATUAN di antara Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme dalam melawan kolonialisme Belanda, seperti beberapa kutipan yang ada dalam tulisan “Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme”:

-       “…nasionalis yang bukan chauvinist, nasionalis sejati, nasionalisme bukan tiruan dari nasionalisme barat, timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan”

-       “…pergerakan nasionalisme dan Islamisme di Indonesia ini -ya di seluruh Asia- ada sama asalnya, dua-duaya berasal dari nafsu melawan “barat” atau lebih tegasnya melawan kapitalisme dan imperialisme barat…”

-       “…kaum Islam tidak boleh lupa bahwa pemandangan Maxisme tentang riwayat asas kebendaan (material istische historiue opvating)…dan sebagai penunjuk jalan untuk menerangkan kejadian-kejadian yang telah terjadi di muka bumi ini, dan menunjumkan kejadian-kejadian yang akan datang, adalah amat berguna bagi mereka…”

-       …Meerwarde yang dimusuhi Marxisme, dalam hakekatnya tidak lainlah daripada riba sepanjang faham Islam…”

-       …kaum Marxis harus ingat, bahwa pergerakannya itu, tak boleh tidak, pastilah menumbuhkan nasionalisme di hati sanubari kaum buruh Indonesia, oleh karena modal di Indonesia kebanyakan adalah modal asing… dan menumbuhkan suatu keinginan nationalemacht politiek dari rakyat sendiri…”.

-       …tidaklah kurang jalan ke arah persatuan. Kemauan percaya akan ketulusan hati satu sama lain, …cukup kuatnya untuk melangkahi segala perbedaan keseganan diantara segala pihak dalam pergerakan kita ini…”


Okey, dari sini kita sudah cukup mengambil kesimpulan bahwa Bung Karno sejak terlibat melawan penjajahan tidak memposisikan diri sebagai seorang Marxisme. Bung Karno tidak melihat bahwa penjajahan di tanah nusantara akibat pertentangan kelas buruh dengan kelas pemodal. Bung Karno ingin bahwa Kaum Islam tidak memusuhi Kaum Marxis dan Kaum Nasionalis dan begitu juga sebaliknya diantara mereka. Bung Karno ingin mereka memiliki ide untuk bersatu dan rasa persatuan melawan penjajahan. Ide “PERSATUAN” inilah yang disampaikan kembali oleh Bung Karno setelah Indonesia merdeka dengan sebutan GAGASAN NASAKOM (NASIONALISME, AGAMA, DAN KOMUNISME), yaitu persatuan diantara kekuatan politik yang beraliran nasionalisme, agama dan komunisme untuk melawan imperialisme barat. Jadi, ide “PERSATUAN” Bung Karno bukan menjadikan Bung Karno seorang komunis, bukan menjadikan Bung Karno yang anti Islam, dan bukan menjadikan Bung Karno seseorang yang anti nasionalisme dan anti internasiolisme.


Nasakom memang merupakan tesis Bung Karno dalam menyumbang perubahan tatanan politik Indonesia. Nasakom bukanlah sesuatu yang datang tiba-tiba dari langit. Tapi hasil dari pergulatan Bung Karno dalam melihat kondisi obyektif masyarakat Indonesia yang disertai alur berpikirnya yang dialektis, progresif (maju), radikal (akar atau mendasar), revolusioner (perubahan yang cepat) dan evolusiner (percaya dengan tahapan-tahapan). Hal ini yang menjadikan Bung Karno seorang pemimpin yang mempunyai visi akan tuntutan akan masa depan (visioner), yaitu Tuntutan Budi Nurani Manusia (the Social Conscience of Man). Kalau di detail dari sisi ilmiahnya, pemikiran Bung Karno merupakan pemikiran yang holistik, dimana dalam menyelesaikan persoalan tidak berdasarkan pemikiran yang parsial atau hanya fokus pada satu persoalan. Pemikirannya yang terintegrasi merupakan kekokohan alur berpikir Bung Karno yang menggabungkan logika induktif dan deduktif. Penggabungan kedua logika mewarnai seluruh pidato-pidato dan tulisan-tulisan Bung Karno, di mana logika induktifnya mengangkat berbagai akar persoalan dari kondisi obyektif bangsa Indonesia sehingga melahirkan pemikiran yang obyektif, orisinil, otentik, dan ilimiah. Sementara logika deduktifnya berlandaskan analitik, dialektik, korektif, penerapan dan akhirnya melahirkan tesis baru.


Oleh karena dari gabungan pemikiran deduktif dan induktifnya yang dilakukan oleh Bung Karno, menunjukkan Bung Karno bukanlah seorang komunis. Hal ini dibuktikan ketika Bung Karno melihat persoalan pokok masyarakat Indonesia yang terjajah bukanlah antara kaum proletar (pekerja) dengan kapitalisme. Melainkan Kaum Marhaen (Kaum yang dimelaratkan kolonialisme/feodalisme) dengan imperialisme. Hasil akhir dari pertentangannya dengan imperialisme, cara pandang Bung Karno berbeda dengan Manifesto Komunis (Sukarno, “Laksana Malaikat yang Menyerbu dari Langit” : 1963):

-       “…Declaration of Independence menuntut life, liberty, and the pursuit of happiness, yaitu hak untuk hidup, hak kebebasan, dan hak mengejar kebahagian bagi semua manusia, padahal pursuit of happiness (pengejaran kebahagiaan) belum berarti reality of happiness (kenyataan kebahagiaan), dan Manifesto Komunis menulis, bahwa “jikalau kaum proletar di seluruh dunia bersatu padu dan menghancurkan kapitalisme, mereka tak akan kehilangan barang lain daripada rantai belenggunya sendiri” dan “sebaliknya akan memperoleh satu dunia yang baru…”

-       “…kita bangsa Indonesia melihat bahwa Declaration of Independence tidak mengandung keadilan sosial atau sosialisme, dan kita melihat bahwa Manifesto Komunis itu masih harus disublimir atau dipertinggi jiwanya dengan Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa…”

-       “…revolusimu itu lebih besar dan lebih luas dan besar daripada revolusi-revolusi bangsa lain, - Revolusi Manusia, Revolusi Sejati, yang hendak mendatangkan satu dunia baru yang benar-benar berisikan kebahagiaan jasmaniah dan rohaniah dan Tuhan-iah bagi umat Indonesia, bahkan juga umat manusia di seluruh muka bumi”.


Terimakasih.


3 komentar:

Faisal mengatakan...

Lalu untuk apa menjelaskan itu semua..

Parlin mengatakan...

Ah semua pembenaran anda saja...

Syaniie mengatakan...

Yang penting, apa sih relefannya dengan saat ini,,,