Oleh
Prof.Dr.Jimly Asshiddiqie, S.H. dan Muchamad Ali Safa'at
Salah satu teori Hans Kelsen yang mendapat banyak perhatian adalah
hierarki norma hukum dan rantai validitas yang membentuk piramida hukum
(stufentheorie). Salah satu tokoh yang mengembangkan teori tersebut adalah
murid Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Namun karya dari Hans Nawiasky, yaitu
Allgemeine Rechtslehre als System der rechtlichen Grundbegriffe, tidak banyak
dibahas dalam literatur-literatur berbahasa Inggris.
Teori Nawiasky disebut dengan theorie von stufenufbau der rechtsordnung.
Susunan norma menurut teori tersebut adalah:
1.
|
Norma fundamental negara (Staatsfundamentalnorm);
|
2.
|
Aturan dasar negara (staatsgrundgesetz);
|
3.
|
Undang-undang formal (formell gesetz); dan
|
4.
|
Peraturan pelaksanaan dan peraturan otonom (verordnung en autonome
satzung).
|
Staatsfundamentalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan
konstitusi atau Undang-Undang Dasar (staatsverfassung) dari suatu negara.
Posisi hukum dari suatu Staatsfundamentalnorm adalah sebagai syarat bagi
berlakunya suatu konstitusi. Staatsfundamentalnorm ada terlebih dahulu dari
kons titusi suatu negara.
Menurut Nawiasky, norma tertinggi yang oleh Kelsen disebut sebagai norma
dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai
staatsgrundnorm melainkan Staats fundamentalnorm, atau norma fundamental
negara. Grundnorm pada dasarnya tidak berubah-ubah, sedangkan norma tertinggi
berubah misalnya dengan cara kudeta atau revolusi.
Berdasarkan teori Nawiasky tersebut, A. Hamid S. Attamimi membandingkannya
dengan teori Kelsen dan menerapkannya pada struktur tata hukum di Indonesia.
Hamid menggambarkan perbandingan antara Kelsen dan Nawiaski tersebut dalam
bentuk piramida.
Attamimi menunjukkan struktur hierarki tata hukum Indonesia dengan
menggunakan teori Nawiasky. Berdasarkan teori tersebut, struktur tata hukum
Indonesia adalah:
1.
|
Staatsfundamentalnorm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945);
|
2.
|
Staatsgrundgesetz: Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi
Ketatanegaraan;
|
3.
|
Formell gesetz: Undang-Undang; dan
|
4.
|
Verordnung en Autonome Satzung: Secara hirarkis mulai dari Peraturan
Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
|
Penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm pertama kali
disampaikan oleh Notonagoro. Pancasila di lihat sebagai cita hukum (rechtsidee)
merupakan bintang pemandu. Posisi ini
mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide
dalam Pancasila, serta dapat di gunakan untuk menguji hukum positif. Dengan
ditetapkannya Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum,
penerapan, dan pelaksanaanya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.
Namun, dengan penempatan Pancasila sebagai Staatsfundamentalnorm berarti
menempatkannya di atas Undang-Undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak
termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk
membahas permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsepsi norma
dasar dan konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat oleh Nawiasky,
serta melihat hubungan antara Pancasila dan UUD 1945.
Kelsen membahas validitas norma-norma hukum dengan menggambarkannya
sebagai suatu rantai validitas yang berujung pada konstitusi negara. Jika
bertanya mengapa kons titusi itu valid, mungkin dapat menunjuk pada konstitusi
lama. Akhirnya mencapai beberapa konstitusi hingga konstitusi per tama yang
ditetapkan oleh individu atau semacam majelis. Validitas konstitusi pertama
adalah presuposisi terakhir, postulat yang final, di mana validitas semua norma
dalam ata aturan hukum bergantung. Dokumen yang merupakan wujud konstitusi
pertama adalah konstitusi sesungguhnya, suatu norma mengikat, hanya dalam kondisi
bahwa norma dasar di presuposisikan sebagai valid. Presuposisi inilah yang
disebut dengan istilah trancendental logical pressuposition.
Semua norma hukum adalah milik satu tata aturan hukum yang sama karena
validitasnya dapat dilacak kembali, secara langsung atau tidak, kepada
konstitusi pertama. Bahwa konstitusi pertama adalah norma hukum yang mengikat
adalah sesuatu yang dipreposisikan, dan formulasi preposisi tersebut adalah
norma dasar dari tata aturan hukum ini.Kalimat terakhir jelas menunjukkan
adanya dua hal, ya itu norma dasar dan presuposisi validitasnya sebagai
konstitusi pertama. Norma dasar tidak dibuat dalam prosedur hukum oleh organ
pembuat hukum. Norma ini valid tidak karena di buat dengan cara tindakan hukum,
tetapi valid karena di presu posisikan valid, dan dipresuposisikan valid karena
tanpa presuposisi ini tidak ada tindakan manusia dapat ditafsirkan sebagai
hukum, khususnya norma pembuat hukum.
Logika Kelsen tersebut sering dipahami secara salah dengan
mencampuradukkan antara presuposisi validitas dan konstitusi, manakah yang
merupakan norma dasar (grundnorm)?. Hal inilah yang selanjutnya diselesaikan
oleh Nawiasky dengan membedakan antara staatsfundamentalnorm dengan grundnorm
dengan alasan bahwa grundnorm pada dasarnya tidak berubah sedangkan
staatsfundamentalnorm dapat berubah seperti melalui kudeta atau revolusi.
Pendapat Nawiasky tersebut sebenarnya sejalan dengan pandangan Kelsen.
Kelsen juga menyatakan bahwa Konstitusi memang dibuat sulit untuk diubah karena
dengan demikian menjadi berbeda dengan norma hukum biasa.
Selain itu, Kelsen juga menyatakan bahwa suatu tata hukum kehilangan
validitasnya secara keseluruhan jika terjadi kudeta atau revolusi. Kudeta atau
revolusi adalah perubahan tata hukum selain dengan cara yang ditentukan oleh
tata hukum itu sendiri. Kudeta atau revolusi menjadi fakta hilangnya presuposisi
validitas konstitusi pertama dan digantikan dengan presuposisi yang lain. Tata
hukum yang berlaku adalah sebuah tata hukum baru meskipun dengan materi yang
sama dengan tata hukum lama.
Berdasarkan uraian antara pandangan Kelsen dan Nawiasky tersebut dapat
disimpulkan bahwa staatsfundamental norm yang dikemukakan oleh nawiasky adalah
presuposisi validitas norma dasarnya Kelsen. Sedangkan staatsgrundgesetz-nya
Nawi asky adalah konstitusi atau grundnorm dalam pandangan Kelsen. Pertanyaan
selanjutnya adalah apakah Pancasila merupakan staatsfundamentalnorm atau
merupakan bagian dari kons titusi?
Pancasila lahir dan dirumuskan dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada saat membahas dasar negara,
khususnya dalam pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945. Soekarno menyebut dasar
negara sebagai Philosofische grondslag sebagai fondamen, filsafat, pikiran yang
sedalam-dalamnya yang di atasnya akan didirikan bangunan negara Indonesia.
Soekarno juga menyebutnya dengan istilah Weltanschauung atau pandangan hidup.
Pancasila adalah lima dasar atau lima asas.
Pidato yang dikemukakan Soekarno pada saat itu adalah rangkaian
persidangan BPUPKI yang membahas dasar negara.Selain Soekarno, anggota-anggota
yang lain juga mengemukakan pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Dari
berbagai pendapat yang dikemukakan dalam persidangan ter sebut, kemudian
ditunjuk tim perumus yang terdiri dari 8 orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs.
M.Hatta, Mr. M. Yamin, M. Soe tardjo Kartohadikoesoemo, R. Otto Iskandardinata,
Mr. A. Maramis, Ki Bagoes Hadikoesoemo, dan K.H.Wachid Hasyim. Tim ini
menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta dan diterima
oleh BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945. Dokumen inilah yang menjadi Pembukaan
UUD 1945 setelah terjadi kompromi dengan pencoretan tujuh kata. Walaupun
pengaruh Soekarno cukup besar dalam perumusan dokumen ini, namun dokumen ini
adalah hasil perumusan BPUPKI yang dengan sendirinya merepresentasi kan
berbagai pemikiran anggota BPUPKI. Dokumen ini di samping memuat lima dasar
negara yang dikemukakan oleh Soekarno, juga memuat pokok-pokok pikiran yang
lain.
Jika masalah dasar negara disebutkan oleh Soekarno sebagai Philosofische
grondslag ataupun Weltanschauung, maka hasil dari persidangan-persidangan
tersebut, yaitu Piagam Jakarta yang selanjutnya menjadi dan disebut dengan
Pembuka an UUD 1945, yang merupakan Philosofische grondslag dan Weltanschauung
bangsa Indonesia. Seluruh nilai-nilai dan prinsip-prinsip dalam Pem bukaan UUD
1945 adalah dasar negara Indonesia, termasuk di dalamnya Pancasila.
Selain Pancasila, telah banyak dikenal adanya empat pokok pikiran
Pembukaan UUD 1945, yaitu; (1) bahwa negara Indonesia adalah negara yang
melindungi dan meliputi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, serta mencakupi segala paham golongan dan paham perseorangan; (2)
bahwa negara Indonesia hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh warganya;
(3) bahwa negara Indonesia me ng anut paham kedaulatan rakyat. Negara dibentuk
dan di selenggarakan berdasarkan kedaulatan rakyat; dan (4) bahwa negara
Indonesia adalah negara yang berke-Tuhan-an Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.ika mencermati Pembukaan UUD 1945,
masing-masing alenia mengandung pula cita-cita luhur dan filosofis yang harus
menjiwai keseluruhan sistem berpikir materi Undang-Undang Dasar. Alenia pertama
menegaskan keyakinan bangsa Indonesia bahwa kemerdekaan adalah hak asasi segala
bangsa, dan karena itu segala bentuk penjajahan di atas dunia harus dihapuskan
karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan peri keadilan. Alenia kedua
menggambarkan proses perjuangan bangsa Indonesia yang panjang dan penuh
penderitaan yang akhirnya berhasil mengantarkan bangsa Indonesia ke depan pintu
gerbang negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
Alenia ketiga menegaskan pengakuan bangsa Indonesia akan ke-Maha Kuasaan Tuhan
Yang Maha Esa, yang memberikan dorongan spiritual kepada segenap bangsa untuk
memperjuangkan perwujudan cita-cita luhurnya sehingga rakyat Indonesia
menyatakan kemerdekaannya. Terakhir alenia keempat menggambarkan visi bangsa
Indonesia mengenai bangunan kenegaraan yang hendak dibentuk dan diselenggarakan
dalam rangka melembagakan keseluruhan cita-cita bangsa untuk merdeka, bersatu,
berdaulat, adil dan makmur dalam wadah Negara Indonesia. Dalam alenia keempat
inilah disebutkan tujuan negara dan dasar negara.
Keseluruhan Pembukaan UUD 1945 yang berisi latar belakang kemerdekaan,
pandangan hidup, tujuan negara, dan dasar negara dalam bentuk pokok-pokok
pikiran sebagaimana telah diuraikan tersebutlah yang dalam bahasa Soekarno
disebut sebagai Philosofische grondslag atau dasar negara secara umum. Jelas
bahwa Pembukaan UUD 1945 sebagai ideologi bangsa tidak hanya berisi Pancasila.
Dalam ilmu politik, Pembukaan UUD 1945 tersebut dapat disebut sebagai ideologi
bangsa Indonesia.
Pertanyaan selanjutnya, apakah Pembukaan UUD 1945 merupakan
staatsfundamentalnorm di Indonesia? Jika merupakan staatsfundamentalnorm maka
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian terpisah dari pasal-pasal dalam UUD 1945
karena sebagai staatsfundamentalnorm Pembukaan UUD 1945 merupakan norma yang
merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi atau Undang-Undang Dasar
(staatsverfassung), atau dalam bahasa Kelsen Pembukaan UUD 1945 adalah yang
mempresuposisikan validitas UUD 1945.
Penjelasan UUD 1945 yang merupakan bagian dari keseluruhan UUD 1945 menyatakan
bahwa “Pokok-pokok pikiran tersebut meliputi suasana kebatinan dari
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia. Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan
cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang
tertulis (Undang-Undang Dasar) maupun hukum yang tidak tertulis. Undang-Undang
Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam pasal-pasalnya”. Bahkan para
founding fathers juga menyadari akan perkembangan masyarakat sehingga tidak
tergesa-gesa memberi kristalisasi, memberi bentuk (Gelstaltung). Penjelasan ini
sebenarnya memberi ruang perubahan terhadap perwujudan pokok-pokok pikiran
dalam Pembukaan UUD 1945.
Berdasarkan penjelasan tersebut, terlihat bahwa Pembukaan UUD 1945
merupakan kesatuan dengan pasal-pasal UUD 1945. Hal ini juga dapat dilihat dari
proses penyusunan Pembukaan UUD 1945 yang merupakan satu kesatuan dengan
pembahasan masalah lain dalam Undang-Undang Dasar oleh BPUPKI, yaitu masalah
bentuk negara, daerah negara, badan perwakilan rakyat, dan badan penasehat. Status
Pembukaan UUD 1945 sebagai satu kesatuan dengan pasal-pasalnya menjadi sangat
tegas berdasarkan Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945 yang berbunyi: “Dengan
ditetapkannya perubahan Undang-Undang Dasar ini, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas Pembukaan dan pasal-pasal.”
Jika Pembukaan UUD 1945 dan pasal-pasalnya merupakan satu kesatuan, tentu
tidak dapat memisahkannya dengan menempatkan Pembukaan UUD 1945 sebagai
staatsfundamentalnorms yang lebih tinggi dari pasal-pasalnya sebagai
staatsverfassung. Apalagi dengan menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah
dasar pembentukan pasal-pasal UUD 1945 sebagai konstitusi, atau Pembukaan UUD
1945 adalah presuposisi bagi validitas pasal-pasal UUD 1945. Pembukaan UUD 1945
(termasuk di dalamnya Pancasila) dan pasal-pasalnya adalah konstitusi tertulis
bangsa Indonesia. Pembukaan UUD 1945 walaupun merupakan pokok-pokok pikiran
yang abstraksinya tinggi dan dijabarkan dalam pasal-pasalnya, tetapi bukan
merupakan dasar keberlakuan pasal-pasal UUD 1945 dan berarti bukan pula
presuposisi validitas pasal-pasal tersebut. UUD 1945 secara keseluruhan
ditetapkan sebagai konstitusi (staatsverfassung) yang mengikat dalam satu
tindakan hukum, yaitu keputusan PPKI tanggal 18 Agustus 1945.
Penempatan Pembukaan UUD 1945 sebagai bagian dari Konstitusi sekaligus
menempatkannya sebagai norma abstrak yang dapat dijadikan sebagai standar
valuasi konstitusionalitas norma hukum yang lebih rendah. Bahkan juga dapat
digunakan sebagai prinsip-prinsip dalam menafsirkan konstitusi. Dengan posisi
Pembukaan UUD 1945 sebagai bagian dari konstitusi, maka pokok-pokok pikiran
yang terkandung di dalamnya, termasuk Pancasila, benar-benar dapat menjadi
rechtsidee dalam pembangunan tata hukum Indonesia.
Jika Pancasila bukan merupakan staatsfundamentalnorms, lalu apa yang
menjadi dasar keberlakuan UUD 1945 sebagai konstitusi? Apa yang
mempresuposisikan validitas UUD 1945? Proklamasi 17 Agustus 1945. Proklamasi
menurut hukum yang berlaku pada saat itu bukan merupakan tindakan hukum karena
dilakukan bukan oleh organ hukum dan tidak sesuai dengan prosedur hukum.
Proklamasi 17 Agustus 1945 yang menandai berdirinya Negara Republik Indonesia,
yang berarti terbentuknya suatu tata hukum baru (New Legal Order). Adanya
Negara Indonesia setelah diproklamasikan merupakan dasar keberlakuan UUD 1945
sebagai konstitusi Negara Indonesia, sebagai presuposisi validitas tata hukum
Indonesia berdasarkan UUD 1945.
1 komentar:
Bagaimana penjelasan saudara soal RUU HIP? apakah ada PKI di dalamnya? apaan pancasila kok di peras2 segala...HIP dikecilkan jadi ekasila,,
Posting Komentar